Bila Cinta Berbalas Luka

Bila Cinta Berbalas Luka

By. Questa Ima

 

Gubrakk!!

 

Suara cukup keras terdengar dari ruangan samping dapur. Ratu mendengus tak suka. Setengah enggan ia bergegas bangkit dari sofa empuknya, dan berjalan menuju sumber suara.

“Apalagi yang pecah sih ? Sudah malam begini masih ajaaa… ”

Suara Ratu yang seperti petasan mendadak berhenti. Ia menatap tak percaya dengan yang ada dihadapannya sekarang.

——————

 

Langit mendung dan rinai hujan sudah mulai luruh pelan-pelan. Wanita tua itu mendekap erat bayi kecil berumur 2 tahun itu dengan pandangan khawatir.

Matanya berkali-kali melihat pagar halaman yang tidak bergerak-gerak. Hatinya gelisah tak karuan.

“Eyaannggg… aku pengen jalan-jalan ke tamaaannnn”

Sebuah suara kecil muncul disampingnya dan menarik-narik kain jariknya dengan pelan

“Nanti tunggu Bunda pulang ya.. Eyang harus jagain Sendy dulu sekarang”

“Gak mau… Uwii mau sekaranggggg” tangis balita itu pun pecah.

“Kakak Uwi yang baik, tunggu sebentar Bunda pulang yaa…”

Anak balita itu, Uwi, tidak bisa dibujuk lagi. Ia menangis kencang dan berguling-gulingan dilantai teras rumah.

Sebuah suara pagar ditarik terdengar kemudian. Wanita paruh baya itu menarik napas lega. Usai sudah kekhawatiran muncul. Ia langung bergegas mendekati mobil yang masuk garasi rumah tersebut.

“Rat, Sendy panas. Ibu gak tahu mesti gimana lagi. Tadi sudah dikasih kompres dan madu tapi masih belum turun.”

Seorang wanita muda berpakaian wanita kantoran dan seksi keluar dari dalam mobil.

“Aduh Ibu, Ratu pulang bukannya dikasih minum malah dapat laporan Sendy sakit. Tunggu sebentar lah Ratu istirahat dulu!” nada tak suka keluar dari mulutnya yang berlapiskan merah membara.

“Iya tapi Ibu takut kenapa-napa. Ke dokter sekarang ya Rat..”

“Nanti aja tunggu Mas Yodi ya Bu, Ratu dah gak kuat nyetir. Capekk!”

“Ya udah ini pegang dulu Sendynya. Mungkin dia kangen sama kamu.”

“Ibuuu.. Ratu capek. Tunggu sejam an baru Ratu pegang Sendy ya..”

Wanita paruh baya itu menatap tak percaya kea rah wanita muda bernama Ratu.

“Kamu itu ibunya Ratu! Kasih perhatian sedikit kek, masa semuanya sama Ibu”

“Cukup ya Bu! Jangan khotbah sekarang. Ratu c a p e k!. Ratu mandi dulu..”

Uwi yang melihat ibunya datang langsung mengikuti langkah ibunya yang masuk ke kamar utama rumah mewah ini.

Sang ibu menarik nafas dengan berat. Ratu, sampai kapan ? Jika bukan karena cucu-cucu Ibu, gak sudi Ibu tinggal sama kamu. Ibu kasian sama kamu, sayang benerr. Tapi kenapa balasannya seperti ini ? Masya Allah Rabbi..

 

——————————-

 

“Ibu.. ibu…”

Gadis berpakaian pink itu mengejar wanita paruh baya itu dengan cepat.

“Iya kenapa ?”

“Maaf ibu belum bayar. Makanan & minuman ibu yang tadi di meja no. 11”

“Lho.. anak saya ndak bayarin tho ?” “Nggak bu, maaf ya Bu.. totalnya jadi 50 ribu”

Dengan gigi gemeletuk menahan marah, sang Ibu mengeluarkan uangnya dari dompet kusamnya.

“Masya Allah, Gusti.. tega bener si Ratu itu..” batin sang Ibu menjerit sakit.

Berkali-kali mereka pergi makan keluar, tak pernah sang ibu dibayarin sesenpun. Selalu harus bayar sendiri dari koceknya sendiri. Belum lagi bayi kecil Sendy yang terus-terusan lengket dalam pelukan bahu tuanya.

 

————————–

 

“Bagus bener rumahnya Rat, ada fasilitas lengkap juga kompleksnya. Uwi dan Sendy pasti betah disini.”

Sang Ibu menatap areal perumahan yang akan mereka tempati mulai hari ini. Sebuah komplek yang mentereng yang konon dihuni banyak artis dan pejabat tinggi ibukota.

“Iya Ibu, emang lengkap dan super bagus. Harganya juga super mahal.”

“Emang kamu kuat bayar cicilan disini?”

“Bisa aja sih Bu, gaji Mas Yodi & aku bisa cukuplah buat bayar cicilannya. Tapi karena biaya listrik disini 2x lipat dibanding dirumah lama, aku minta tolong ya bu..”

“Tolong apa ?”

“Mulai sekarang kita pake laundry saja supaya lebih irit biaya listriknya.”

“Ya syukurlah kalau gitu. Jadi ibu gak pusing nggiling dan setrika”

“Tapi maaf lho Bu, untuk laundry baju ibu, harus ibu bayar sendiri. Ratu kan repot bayarin 4 orang. Bisa ya Bu ? “

Sang Ibu terdiam dan mengalihkan pandangan mata tuanya ke luar mobil yang sedang melaju pelan menuju rumah mewah baru Ratu, anak tunggalnya.

Gusti Allah.. salah apa hamba ? kenapa untuk sekedar membayari biaya laundry baju ibunya saja begitu berat dan membebani ? Batin sang Ibu menangis pilu.

 

————————

 

“Ibu gimana sih ? Masa pergi sampai 2 harian begini ?

“Lho kan di rumah tante Ina sedang ada Budhe Sari dari Jogja. Ibu kangen tho Rat. Masa nginep semalam aja gak boleh ?

“Iya tapi Ratu & Mas Yodi kan capeeeeekkk.. Pengen istirahatt.. Eh Ibu malah pergi lagi!”

“Ya gentian tho jagain Sendy & Uwi”

“Tapi Ratu cape bu… gak bisa lihat orang senang ya…! Pengennya Ratu ibu tetap dirumah, bantu Ratu jagain anak-anak. Mana super buandell lagi… Sebell banget !“Ratu mendelik judes

Sang Ibu memegang dadanya yang mendadak sesak.

“Tak bisakah Ibu beristirahat sejenak Rat ? Aku Ibumu, Wanita yang melahirkan kamu! Bukan pembantumu!” Sebuah tangisan perih melolong dalam hati seorang Ibu.

 

————————

 

“Bu… Bangun Bu…”

Ratu menggoyang-goyang tubuh yang terbujur didekat pintu dapur.

“Ibu jangan becanda ahh.. Ratu udah mau tidur nihh..”

Tak ada jawaban.

Tubuh itu tak bergerak sedikitpun.

Ratu menjadi panik.

“Ibuuuu… kenapa gak bangun-bangun ?? Ibuuu…..”

Ratu berteriak gelisah dan memanggil-ibunya dengan keras.

Yodi, suaminya, tergopoh-gopoh menghampiri Ratu yang tampak panic dan setengah menangis.

“Kenapa Rat ? Ibu kenapa ?”

Ratu terus menerus menggoyang-goyang tubuh Ibunya yang mulai kaku.

Yodi langsung memegang pergelangan tangan Ibu.

Tak ada nadi

Wajah tua itu tampak terpejam penuh kelelahan

Yodi langsung menempelkan tangannya di urat nadi leher

Juga tak ada nadi

Yodi menggeleng-geleng pelan & menarik Ratu dalam pelukannya.

Ratu langsung berteriak histeris

“Ibuuuuu”

 

——————–

 

*Terinspirasi oleh sebuah kisah nyata yang benar2 terjadi terhadap seorang Ibu.

Semoga kita bisa menjadi anak yg shalih/hat utk Orang tua kita, khususnya Ibu. Membahagiakan mereka. menjaga mereka baik-baik, memperlakukan mereka dengan perlakuan terbaik kita, adalah tugas kita sebagai anak. Tidak ada istilah sayang harta atau sayang biaya demi membahagiakan orang tua terkasih kita. Jika tidak sekarang, kapan lagi ?

 

Rabbigfirli, Waliwaalidayya, Warhamhumaa, kama Rabbayaani Sughiro.

Allahumma Amin

This entry was posted in My Fiction. Bookmark the permalink.

Leave a comment